01 Juli, 2008

Kampanye Popularitas & Vote Getter

Mujaddid Muhas
Hari-hari pemungutan suara kian dekat. Pemilihan paket kepala daerah di Nusa Tenggara Barat semakin seru dan kompetitif. Terutama tentu dirasakan oleh tim pemenangan masing-masing. Dengan memanfaatkan 14 hari waktu kampanye yang telah diatur sedemikian rupa oleh Komisi Pemilihan Umum NTB. Semua kandidat pada posisi siap menyelesaikan tahapan pilkada hingga usai. Sesiap tim kampanyenya melakukan penerangan sekaligus barangkali penerawangan.

Bagaimana kans dan peluang kandidat untuk unggul dalam pertarungan yang mengandalkan suara masyarakat pemilih Bumigora? Berbagai upaya ditempuh sehingga upaya tersebut diyakinkan dapat mencapai tujuan akhir: unggul dari paket kandidat lainnya. Dalam pandangan ilmiah, kampanye menjadi agenda penting dalam meraih preferensi masyarakat pemilih. Misalnya saja ada paket kandidat yang telah mendapatkan preferensi disuatu daerah maka dengan adanya kampanye, tim kampanyenya melakukan update kekuatan hingga dapat dikatakan sebagai basis.

Sedangkan bagi paket kandidat yang belum populer diminati masyarakat pemilih, adanya kampanye merupakan “waktu-waktu mustajab” untuk meraih simpatik dengan menawarkan program nyata dan kepedulian konkret sehingga aspirasi yang berkembang di masyarakat kemudian diakomodir dalam bentuk kebijakan populis pada masa pemerintahannya kelak.

Kendati masa kampanye hanya berdurasi dua pekan, namun masa kampanye tidak dapat dianggap enteng untuk dilupakan. Apalagi bagi masyarakat pemilih yang hingga kampanye akan berlangsung belum menentukan pilihan. Ditilik dari sisi tipologi/karakter pemilih (Firmanzah, 2007: 133). Pertama, pemilih rasional. Tipologi pemilih cenderung tinggi pada pemecahan masalah melalui program nyata dengan tingkat orientasi ideologi rendah. Misalnya ada pada pemilih perkotaan (urban). Artinya pemilahan isu dan pesan lebih diutamakan pada program konkret apa yang akan diungkapkan. Kedua, pemilih kritis. Karakter pemilih yang memiliki orientasi baik ideologis maupun program nyata tinggi. Oleh karena pada karakter ini pemilih melakukan penilaian matang kemudian memutuskan kepada siapa pilihan akan diputuskan. Biasanya terdapat pada pemilih dengan tingkat pendidikan diatas standar: perguruan tinggi.

Ketiga, pemilih skeptis merupakan sebaliknya dari pemilih kritis tetapi umumnya berjumlah banyak. Misalnya pada pemilih pedesaan yang jauh dari jangkauan sarana/prasarana atau masyarakat pemilih yang mengalami tingkat kesejahteraan dibawah rata-rata. Pemilih yang berada pada garis kemiskinan “absolut”. Saat ini nyata terlihat pada masyarakat yang menerima bantuan langsung tunai. Keempat, pemilih tradisional yaitu tipologi pemilih yang telah terbiasa dengan pilihan “semula” dan berlangsung lama dengan tingkat orientasi ideologi tinggi. Dapat disimak pada pilihan partai dalam pemilu. Pada dasarnya pemilih tradisional juga berpengaruh terhadap kecenderungan keyakinan yang berlangsung lawas sehingga menjadi basis-basis yang teridentifikasi sebagai basis “awet”.

Adu jajal strategi
Banyak cara dan metode yang telah tersimak dari lebih setengah perjalanan kampanye di Bumigora. Dari mulai tempat-tempat pelosok yang dikunjungi hingga area yang menyita perhatian publik seperti pasar, sawah, terminal, lapangan umum dan lainnya. Alat peraganya pun beragam: dari mulai spanduk dukungan, banner pengenalan pokok visi dan nomor, baliho penggugah kata dan motivasi memilih, sms center, komitmen pernyataan, kesaksian dari vote getters (pendulang suara) bahkan gambar-gambar ada yang bentuknya kecil-kecil seperti korek api. Begitu gampang dibawa dan didengung-dengungkan.

Semua medium kampanye yang dipakai dapat dianggap lumrah dan kreatif, selama tidak bertentangan dengan aturan dan tata laksana proses pilkada seperti provokasi isu sara dan black campaign,. Studi politik pencitraan popularitas sering disebut dengan political marketing. Upaya yang dilakukan dalam rangka menggugah masyarakat pemilih dengan menunjukkan kesungguhan serta meyakinkan masyarakat pemilih untuk memilih paket kandidat. Masing-masing kandidat dalam satu paket berbagi kerja serta menyosialisasikan keampuhan masing-masing yang berbaku-padu. Di sebuah daerah luar NTB malah ada paket kandidat yang mendermakan secara cuma-cuma helm bagi pengendara motor agar perjalanan menjadi aman dan nyaman serta taat aturan berpengguna jalan.


14 hari & vote getters
Dari paket kandidat yang telah populer dengan sebutan Najar, Baru, Serius, dan Zanur. Kesemuanya mendesain strategi dan adu jajal pemenangan dari tim kampanye masing-masing termasuk bagaimana memanfaatkan forum debat publik yang diadakan KPU NTB sebagai ajang optimal, ketika biasanya sebagian besar masyarakat pemilih menyaksikannya melalui siaran televisi yang telah menjangkau pelosok. Sedangkan pada kampanye yang sifatnya terbuka (monologis), memokuskan kampanye dengan melihat segmentasi pemilih yang berbeda-beda di suatu area bisa membantu kelancaran dan efektifitas pilihan informasi yang mengena terhadap masyarakat pemilih.

Misalnya saja ketika sebuah area sering mati lampu maka yang ditawarkan pada masa kampanye adalah soal kelancaran pasokan listrik yang merata. Selain itu, tak dapat dipungkiri kehadiran vote getters pada daerah yang masyarakat pemilihnya paternalistik dirasa ampuh mendulang suara. Dengan tujuan menjadi penyerap suara bahwa pilihan masyarakat pemilih cenderung mengikuti figur-figur yang telah lama ada. Vote getters kerap kali ditanyai oleh para pemilih yang rada-rada bingung menentukan pilihan. Dalam konteks inilah keberadaannya menjadi bagian faktor pendulang suara kecuali pada segmentasi masyarakat pemilih yang kritis dan rasional.

Kalau meminjam bahasa-bahasa gaul pemilih pemula dihubungkan dengan tajuk-tajuk film: 30 hari mencari cinta, dan tiga hari untuk selamanya, maka dalam pilkada untuk 14 hari masa kampanye mencari kemenangan dan satu hari pemungutan suara: tujuh juli untuk empat tahun 364 hari berikutnya. Masa 14 hari kampanye di tambah tiga hari jeda untuk mencoblos keesokan harinya merupakan momentum sejarah demokrasi Bumigora yang kali perdana memilih secara langsung. Masyarakat pemilih berhak memilih, sementara paket kandidat berkewajiban sungguh-sungguh membangun pesta demokrasi kekinian secara fair. Seperti yang ditunjukkan pada perhelatan memukau Sepakbola Euro 2008 hingga kita hampir kerap begadang karenanya.#